Assalamu 'alaikuumm.. :)

Selasa, 29 Oktober 2013

BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM


BAB I
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Badan Hukum
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum diperlukan sesuatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subjek hukum. Disamping orang, dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia yang disebut Badan Hukum. Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Badan hukum bertindak sebagai suatu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang.[1] Hanya saja bedanya, badan hukum tidak dapat kawin, tidak dapat mempunyai anak, tidak dapat mempunyai kekuasaan material, dan badan hukum tidak dapat dipenjara kecuali dijatuhi hukuman denda.[2]
Badan hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.[3]

B.  Syarat-syarat Pembentukan Badan Hukum
Dalam hukum perdata tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat-syarat materialpembentukan badan hukum. Yang ada ialah syarat formal, yaitu harus dengan Akta Notaris. Karena tidak ada ketentuan demikian, maka menurut Prof. Meyers (1948), doktrin ilmu hukum menetapkan syarat-syarat itu ialah :
1.      Ada harta kekayaan sendiri
2.      Ada tujuan tertentu
3.      Ada kepentingan sendiri
4.      Ada organisasi yang teratur.
Badan hukum itu memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pribadi anggota, pendiri, atau pengurusnya. Harta kekayaan ini diperoleh dari pemasukan para anggota atau pemasukan dari perbuatan pemisahan pendirinya yang mempunyai tujuan mendirikan badan itu. Harta kekayaan ini diperlukan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam hubungan hukum.
Badan hukum mempunyai tujuan tertentu, dan bukan merupakan tujuan pribadi anggota atau pendirinya. Badan hukum sebagai pedukung hak dan kewajiban melakukan usahanya sendiri dalam mencapai tujuannya. Tujuan tersebut dapat bersifat komersial dan dapat pula bersifat ideal.
Badan hukum harus mempunyai kepentingan sendiri. Kepentingan adalah hak subjektif yang timbul dari peristiwa hukum, yang dilindungi oleh hukum. Badan hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya itu terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukum.
Badan hukum adalah satu kesatuan organisasi bentukan manusia berdasarkan hukum (rechtsconstructie), yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui alat perlengkapannya. Alat perlengkapannya tersebut merupakan pengurus badan hukum yang mempunyai fungsi dan tugas yang diatur dalam anggaran dasar. Dengan demikian, badan hukum merupakan organisasi yang teratur, yang termasuk unsur esensial bagi badan hukum.
Menurut Prof. Meyers, apabila suatu badan hukum yang dibentuk itu mempunyai empat syarat yang telah diuraikan di atas, maka badan hukum tersebut disahkan dan diakui sebagai badan hukum. Ia berstatus sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum.
Empat syarat yang telah diuraikan di atas disebut syarat material pembentukan badan hukum. Sedangkan syarat formalnya adalah pembuatan Akta Notaris atau pembuatan Undang-Undang yang melhirkan badan hukum itu. Dalam Akta Notaris atau dalam UU itu termuat pula empat syarat material pembentukan badan hukum.[4]
C.  Prosedur Pembentukan Badan Hukum
Terdapat dua cara dalam pembentukan badan hukum, yaitu:
1.      Dengan perjanjian
Pada badan hukum yang dibentuk dengan perjanjian, status badan hukum itu diakui oleh pemerintah melalui pengesahan anggaran dasar yang termuat dalam akta pendirian. Anggaran dasar tersebut merupakan kesepakatan yang dibuat oleh para pendirinya. Misalnya pada Perseroan Terbatas dan Koperasi. Pada Perseroan Terbatas, anggaran dasarnya dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka Notaris (Pasal 38 ayat 1 KUHD), yang disahkan oleh Menteri Kehakiman RI. Akta pendirian yang sudah sah ini kemudian didaftarkan kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan diumumkan dalam Berita Negara/Tambahan Berita Negara (pasal 38 ayat 1 kalimat kedua Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). 
2.      Dengan undang-undang
Sedangkan pada badan hukum yang dibentuk dengan Undang Undang, status badan hukum tersebut ditetapkan oleh undang-undang, misalnya pmbentukan Perum, Persero, Perjan, dan lain-lain.

D.  Macam-macam Badan Hukum
Dilihat dari wewenang hukum yang diberikan kepada hukum, maka badan hukum dapat diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu:[5]
1.      Badan hukum publik (kenegaraan)
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum public yang menyangkut kepentingan public, orang banyak atau negara pada umumnya. Badan hukum ini meruapakn badan-badan hukum negara yang mempunyai kekuasaan wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu. Misalnya seperti Negara, Profinsi, Kbupaten, Banks Indonesia, dan lain-lain.
2.      Badan hukum privat (keperdataan)
Badan hukum ini didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi di dalam badan hukum itu. Selain itu, merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, kebudayaan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain.[6]

Menurut tujuannya, badan hukum privat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, terdiri dari perusahaan negara, yaitu Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Jawatan (Perjan) ; dan perusahaan swasta, yaitu Perusahaan Terbatas (P.T.).
b.      Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi.
c.       Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahan antara kekayaan badan hukum dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah yayasan, organisasi keagamaan, wakaf.

E.  Teori-teori Badan Hukum Dianggap Sebagai Subyek Hukum
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak dalam lalu lintas hukum, jadi dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Misalnya dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat melakukan jual beli, dapat digugat di muka hakim.[7]
Ada beberapa teori mengapa badan hukum dianggap sebagai subyek hukum, yakni:[8]
1.      Teori Fiksi (Fictie Theori)
Teori ini dipelopori oleh Von Safigny menyatakan bahwa syarat-syarat dalam peraturan-peraturan hukum yang melekat pada badan seorang manusia, terang-benderang tidak ada pada badan-badan hukum, akan tetapi badan hukum boleh dianggap seolah-olah seorang manusia. Teori fiksi yang menganggap persamaan badan hukum dengan seorang manusi hanya sebagai perumpamaan (fiksi) belaka, mengatakan bahwa peraturan-peraturan hukum bagi pelaksanaannya memerlukan pekerjaan jiwa manusia, seperti pengetahuan tentang suatau hal yang disembunyikan dalam penipuan, ketakutan dalam soal paksaan, kesalahan dalam hal tindakan melawan hukum, ini semua tidaklah berlaku bagi badan hukum.
Teori ini dapat menjawab permasalahan: siapa yang digugat kalau karena tindakan-tindakan badan hukum seseorang dirugikan. Atau siapa yang berhak menggugat apabila seseorang merugikan badan hukum.
2.      Teori Orgen (Orgaan Theori)
Teori yang dipelopori oleh Otto von Gierke ini berpendapat bahwa badan hukum adalah suatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan hukum yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya (pengurus) seperti manusia. Menurutnya badan hukum bukanlah sesuatu fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis. Funsi badan hukum dipersamakan dengan fungsi manusia.
3.      Teori Kekayaan Tujuan
Teori kekayaan tujuan ini dipelopori  oleh A. Brinz dan EIJ van der Heyden, berpendapat bahwa kekayaan badan hukum bukan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuannya (Zweck-Vermogen). Tiap hak tidak ditentukan oleh suatu subjek tetapi ditentukan oleh suatu tujuan. Menurut teori ini hanya manusia lah yang menjadi subjek hukum  dan badan hukum adalah untuk melayani kepentingan tertentu.
4.      Teori Milik Kolektif
Teori ini dipelopori oleh W.L.P.A. Molengraff dan Marcel Planiol. Dalam teori ini badan hukum ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari anggota-anggota secara bersama-sama. Hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota secara bersama-sama. Oleh karenanya badan hukum hanya konstruksi yuridis, dan pada hakikatnya hanya abstrak.
Selain empat teori di atas terdapat satu teori milik Duguit yang menyatakan tidak mengakui adanya badan hukum sebagai subjek hukum, tetapi hanya fungsi-fungsi sosila yang harus dilaksanakan. Manusia sajalah yang menjadi subjek hukum, selain manusia bukan subjek hukum.



BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Badan hukum bertindak sebagai suatu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang. Hanya saja bedanya, badan hukum tidak dapat kawin, tidak dapat mempunyai anak, tidak dapat mempunyai kekuasaan material, dan badan hukum tidak dapat dipenjara kecuali dijatuhi hukuman denda. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak dalam lalu lintas hukum, jadi dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Misalnya dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat melakukan jual beli, dapat digugat di muka hakim.

B.     KRITIK DAN SARAN
Di dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami menerima kritik dan saran dari para pembaca, agar dalam penulisan makalah selanjutnya saya dapat memperbaiki semuanya dan tidak akan mengulangi kesalahan lagi.












DAFTAR PUSTAKA
Ruhiatudin, Budi,  Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta: Teras, 2008
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya, 2000
Sudikno Mertokusumo, Mengenal




[1] Sudikno Mertokusumo, Mengenal, hlm.54
[2] Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm.60
[3] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya, 2000), hlm.29
[4] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya, 2000), hlm.31-32
[5] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya, 2000), hlm.30
[6] Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm.61
[7] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya, 2000), hlm.22
[8] Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm.62-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar