Assalamu 'alaikuumm.. :)

Minggu, 23 Maret 2014

ETNOGRAFI

ETNOGRAFI
Tugas Ini  Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Antropologi Hukum Islam
Dosen Pengampu : Mochammad Sodik
Description: Description: D:\Kuliah S1\Semester 2\Logo UIN\index.jpeg
Disusun Oleh :
Nugroho Susanto        11380095
Andre Setiawan          113800
Rahmi Arsih                11380077
Uly Fadlilatin M         11380076
Riski Ayu Wijayanti   12380026


JURUSAN MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014
A.    Pengertian Etnografi
Etnografi berasal dari kata  ethos yaitu bangsa atau suku bangsa dan graphein  yaitu tulisan atau uraian. Etnografi yang akarnya berasal dari antropologi pada dasarnya merupakan kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerja sama dengan pengamatan fenomena sehari-hari. Sehingga etnografi merupakan pelukisan dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.
B.     Kesatuan Sosial dalam Etnografi
Mengingat bahwa kebudayaan di dunia ini cukup banyak dan tidak dimungkinkan untuk diteliti  satu per satu maka ahli Antropologi Amerika, R. Naroll menyusun suatu daftar prinsip-prinsip yang biasa dipergunakan oleh para ahli antropologi untuk mendeskripsikan etnografi yang menjadi penelitiannya. Dan prinsip-prinsip tersebut disempurnakan oleh J.A Clifton, diantaranya meliputi: Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih, bahasa atau logat bahasa, garis batas suatu daerah politis administratif, rasa identitas penduduknya sendiri, wilayah geografi, kesatuan ekologi, pengalaman sejarah yang sama, interaraksi yang intensitasnya sama, dan susunan sosial yang seragam.
C.    Kerangka Etnografi
Untuk memperinci kembali unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan, maka yang sering dipakai oleh ahli antropologi yakni sistem dari unsur yang paling konkret ke yang paling abstrak. Walaupun demikian, setiap ahli antropologi mempunyai fokus perhatian tertentu. Pembahasan karangan etnografi biasanya meliputi sub-subbab, antara lain:
1.    Lokasi, lingkungan alam dan demografi
2.    Asal mula dan sejarah suku bangsa
3.    Bahasa
4.    Sistem teknologi
Metode untuk menganalisis dan mendeskripsikan suatu kebudayaan yang hidup sampai pada asas-asas pranata serta adat-istiadatnya belum begitu maju, maka meneliti kebudayaan suatu suku bangsa tertentu, para ahli mencatat unsur-unsurnya yang menonjol tampak lahir saja, yaitu kebudayaan fisik.
Dengan demikian, buku-buku etnografi kuno mempunyai beberapa bab khusus mengenai bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta pemakaian senjata, bentuk serta berbagai cara membuat dan menggunakan alat transportasi dan sebagainya.
Dalam Teknologi tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian, yaitu :
a.       Alat-Alat Produksi
Alat-alat produksi yang dimaksud disini adalah alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan mulai dari alat yang sederhana seperti batu, tumbuk, sampai yang agak kompleks seperti alat untuk menenun kain. Kalau alat-alat semacam itu dikelaskan menurut macam bahan mentahnya, maka ada alat-alat batu, tulang, kayu, bambu, dan logam. Sedangkan teknik pembuatan alat dari bahan seperti tulang-belulang dan gading sering kali sudah mempunyai bentuk yang lebih-kurang sama dengan bentuk yang diinginkan.
Dipandang dari sudut pemakaian alat produksi dalam kebudayaan tradisional, dapat kita bedakan antara pemakaian menurut fungsinya, dan pemakaian menurut lapangan pekerjaannya. Dari sudut fungsinya, alat-alat produksi itu dapat dibagi kedalam alat potong, alat tusuk dan pembuatan lubang, alat pukul, alat penggiling, alat peraga, alat pembuata api, tangga dan sebagainya ; sedangkan dari sudut lapangan pekerjaanya ada alat-alat rumah tangga, alat pengikal dan tenun, alat-alat pertanian, alat penangkap ikan, jerat, perangkap dan sebagainya.
b.      Alat Membuat Api
Alat membuat api masuk kedalam kategori alat produksi. Alat membuat api ada yang menggunakan gesekan batu dan gesekan kayu yang diraut.
c.       Senjata
Serupa dengan alat produksi, senjata juga dapat dikelaskan menurut bahan mentahnya, kemudian menurut teknik pembuatannya. Akhirnya bermacam senjata tradisional yang mungkin ada dalam kebudayaan manusia dapat pula dikelaskan menurut fungsi dan lapangan pemakaiannya. Menurut fungsinya, ada senjata potong, senjata tusuk, senjata lempar, dan senjata penolak. Sedangkan menurut lapangan pemakaiannya ada senjata untuk berburu serta menangkap ikan, dan senjata untuk berkelahi dan berperang.
d.      Wadah
Wadah atau alat dan tempat untuk menimbun, memuat, dan menyimpan barang. Berbagai macam wadah juga dapat dikelaskan menurut bahan mentahnya, yaitu kayu, bambu, kulit kayu, tempurung, seret-seretan, atau tanah liat.
e.       Makanan
Hasil yang sangat menarik dari sudut teknologi adalah cara mengolah, memasak, dan menyajikan makanan serta minuman. Dipandang dari sudut tujuan konsumsinya, makanan dapat digolongkan kedalam empat golongan, yaitu (a) makanan dalam arti khusus (food), (b) minumam, (c) bumbu-bumbuan, dan (d) bahan yang dipakai untuk kenikmatan saja seperti tembakau.
f.       Pakaian
Dipandang dari bahan mentahnya, pakaian dapat digolongkan kedalam pakaian dari bahan tenun, kulit pohon, kulit binatang dan lain-lain. Mengenai teknik pembuatannya, yang paling mendapat perhatian para peneliti adalah cara memintal dan menenun, kemudian cara menghias dengan teknik ikat, celup (batik) dan sebagainya. Dari fungsinya, pakaian dapat digolongkan kedalam empat golongan, yaitu : (a) menahan pengaruh dari keadaan alam, (b) lambang keunggulan (status sosial), (c) lambang barang suci, dan (d) perhiasan badan.
g.      Tempat Berlindung dan Perumahan
Dipandang dari sudut pemakaiannya, tempat berlindung dapat dikategorikan menjadi tiga , yaitu (a) tadah angin, (b) tenda atau gubuk yang bisa di bawa pindah dan didirikan kembali, dan (c) rumah untuk menetap.
h.      Alat Transportasi
Berdasarkan fungsinya, alat transportasi yang terpenting adalah (a) sepatu, digunakan untuk melindungi telapak kaki, (b) binatang, digunakan untuk menarik atau membawa barang, (c) alat seret, berfungsi sebagai penopang barang yang ditarik oleh binatang, (d) kereta berroda, (e) rakit, alat trnasportasi sungai kecil, dan (f) perahu.
5.      Sistem mata pencarian
a.       Sistem Mata Pencarian Tradisional
Perhatian para ahli antropologi terhadap berbagai macam sistem mata pencarian atau sistem ekonomi hanya terbatas pada sistem-sistem yang bersifat tradisional saja, terutama perhatian terhadap, b) beternak, c) bercocok tanam di ladang,d) menangkap ikan dan e) bercocok tanam menetap dengan irigasi.
b.      Memburu dan meramu  
Di Indonesia sendiri masih terdapat bangsa yang hidup dari meramu, yaitu penduduk daerah rawa-rawa di pantai-pantai Irian jaya yang hidup dari meramu sagu. Dalam hal itu biasanya para ahli antropologi menaruh perhatian terhadap permasalahan seperti hak ulayat dan milik ataswilayah berburu,sumber-sumber airnya,hak milik atas alat-alat berburu, senjata-senjata,perangkap-perangkap,dan alat transportasi.masalah tersebut sama dengan masalah sumber alam dan modal dalam ilmu ekonomi.
Ilmu antropologi sejak dulu juga menaruh perhatian terhadap tehnik-tehnik dancara berburu,termasuk cara-cara berdasarkan ilmu ghaib untuk meninggikan hasil pemburuan. semua masalah tersebut sama dengan masalah produksi dan teknologi produksi dalam ilmu ekonomi.
Selain itu ilmu antropologi juga menaruh perhatian terhadap adat istiadat yang berhubungan dengan pembagian pemburuan kepada kaum kerabat, para tetangga, dan orang-orang lain dalam masyarakatnya.semua permasalahan tersebut dapat dikata sama dengan yang dalam ilmu ekonomi termasuk masalah konsumsi,distribusi ,dan pemasaran.
c.       Beternak
Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak menunjukan sifat-sifat yang agresif. Hal itu dapat kita mengerti karenamereka secara terus-menerus harusmenjaga keamanan berates-ratus binatang ternak mereka terhadap serangan atau pencurian dari kelompok-kelompok tetangga. Selain itu, mereka perlu makanan lain disamping daging,susu,keju,tetapi karena makanan lain itu gandum dan sayur mayor ,harus mereka peroleh dari  suku-suku bangsa lain yang hidup dari bercocok tanam ,maka tidak ada persoalan kalau merka dapat tukar-menukar atau berdagang.
Dalam hal mempelajari  masyarakat peternak ,ilmu antropologi juga menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang sama seperti dalam bentuk-bentuk mata pencarian lain,yaitu: masalah tanah peternakan dan modal,masalah tenaga kerja,masalah produksi dan teknologi produksi(bukan hanya meliputi cara-cara pemeliharaan ternak, melainkan juga cara-cara pemeliharaan ternak ,melainkan juga cara-cara membuat keju, mentega, dan hasil-hasil susu lainya  dan masalah konsumsi ,distribusi,dan pemasaran hasil peternakan.
d.      Bercocok tanam di ladang
Bercocok tanam diladang merupakan salah satu bentuk mata pencarian manusia yang lambat laun juga akan hilang diganti dengan bercocok tanam menetap.
Para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap persoalan tanah dan modal dari bercocok tanam diladang yang meliputi hak ulayat dan hak atas atanah hutan, sumber-sumber air dan sebagainya.
Selain itu mereka juga menaruh perhatian terhadap masalah susunan kelompok-kelompok manusia dan hubungan antara mereka dalam hal berladang,masalah kepemimpinan dalam aktivitas verladang, masalah bantuan tenaga dan gotong royong pada musim-musim sibuk dan sebagainya.
Antropologi juga memperhatikan teknologi dan cara-cara produksi dalam bercocok tanam diladang. Masalah pembagian ,distribusi, dan penjualan hasil-hasil lading juga menjadi perhatian ilmu antropologi.
e.       Menangkap ikan
Disamping berburu dan meramu , menagkap ikan juga merupakan mata pencarian yang sangat tua. Ketika manusia mengenal bercocok tanam ,aktivitas menangkap ikan sering dilakukan sebagai mata pencarian tambahan.
Para nelayan yang menangkap ikan dilaut biasanya berlayar dekat pantai, terutama di daerah-daerah teluk . menurut para ahli, lebih dari 50% ikan di seluruhdunia hidup dalam kawanan yang meliputi jumlah beribu-ribu ekor, dengan jarak antara 10 hingga 30 Km dari pantai.
Dalam mempelajari suatu masyarakat yang berdasarkan mata pencarian sebagai nelayan , para ahli antropologi  juga menaruh perhatian terhadap yang serupa, yaitu sumber alam dan modal tenaga kerja ,teknologi produksi ,dan konsumsi distribusi dan pemasaran.
a)      Masalah sumber alam dan modal dalam usaha mencari ikan,
b)      Masalah tenaga kerja,
c)      Masalah teknologi produksi,
d)     Masalah distribusi dan pemasaran.
f.       Bercocok tanam menetap dengan irigasi
Bercocok tanam menetap pertama-tama timbul di beberapa daerah yang terletak di daerah perairan sungai-sungai besar(karena daerah itu sangat subur tanahnya).banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di lading dan sekarang mulai berubah menjadipetani menetap.perubahan terjadi di daerah-daerahberpenduduk padat yang melebihi kira-kira 50 jiwa tiap kilometer persegi.
Ilmu antropologi jugamenaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan bercocok tanam  menetap,yaitu tanahdan modal,tenaga kerja,teknologi (masalah organisasi irigasi ,pembagian air,dan sebagainya) ,konsumsi,distribusi,dan pemasaran.

6.      Organisasi sosial
a.       Unsur-unsur khusus dalam organisasi sosial
Setiap kehidupan masyarakat diorganisasikan atau diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan, kesatuan social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kekerabatanya,kemudian ada kesatuan kesatuan di luar kaum kerabat,tetapi masih dalam lingkungan komunitas. Karena tiap masyarakat manusia dan juga masyarakat desa,terbagi kedalam lapisan-lapisan .
b.      Sistem kekerabatan
Dalam masyarakat dimana pengaruh industralisasi sudah masuk mendalam,tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sector kehidupan seseorang,biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan itu adat istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor.

7.      Sistem pengetahuan
Dalam suatu etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai sistem pengetahuan dalam kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Bahan itu biasanya meliputi pengetahuan mengenai tekhnologi, sering kali juga ada keterangan mengenai pengetahuan yang mencolok dan dianggap aneh oleh pengarangnya. Malahan mengenai pengetahuan yang mencolok beberapa telah ditulisa dalam berbagai karangan khusus. Walaupun demikian, bahan itu sering kali kurang menjadi objek analisis para ahli antropologi, dalam kalangan antropologi bahan itu hanya merupakan bahan istimewa saja.
Perhatian yang sangat kurang itu mungkin disebabkan karena antara para ahli di Eropa dulu ada suatu pendirian bahwa dalam kebudayaan suku – suku bangsa di luar Eropa tidak ada system pengetahuan, dan kalaupun ada, maka hal itu tidak penting atau merupakan pengecualian atau suatu keadaan istimewa. Bahkan ada pernah suatu masa ketika para ahli Eropa mencoba membuktikan dengan memakai metode – metode ilmiah bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat diluar lingkungan bangsa Eropa itu ( masyarakat ( primitive ) tidak mungkin dapat memiliki system pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Sekarang para ahli antropologi sudah sadr bahwa pendirian seperti itu tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka sekarang sudah yakin bahwa suatu masyarakat, betapa kecil pun, tidak mungkin dapat hidup tanpa pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan sifat – sifat dari peralatan yang dipakainya. Berbeda dengan binatang dalam hidupnya manusia tidak banyak dpimpin oleh nalurinya.
Dalam buku - buku Antropologi dan etnografi bahan serupa itu sering kali tidak menjadi poko tersendiri, yang diuraikan dalam suatu bab tersendiri, tetapi diolah terpecah – pecah menjadi satu dengan berbagai pokok lain dalam bab tentang tekhnologi, tentang ilmu dukun dan lain – lain. Tentu saja, system pengetahuan suku bangsa jauh lebih luas daripada pengetahuan tentang beberapa tekhnik pembuatan dan penggunaan alat – alat hidupnya saja, dan system pembuatan dan penggunaan alat – alat hidupnya saja, dan system pengetahuan itu harus dibedakan dengan tajam dari ilmu dukun.
Kalau ada buku – buku antropologi atau etnografi yang membicarakan pokok mengenai system pengetahuan dalam suatu bab yang khusus, maka bab itu biasanya diberi judul “Knowledge” (pengetahuan), tetapi kadang – kadang juga “ Science” (ilmu pengetahuan ). Saya mengusulkan untuk memnggunakan istilah “ Sistem Pengetahuan “, dan membedakan istilah itu secara tajam dari “ Ilmu Pengetahuan “. Tiap – tiap kebudayaan bangsa – bangsa besar yanghidup dalam Negara – Negara kompleks dan modern, tetapi juga kebudayaan suatu kelompok suku bangsa berburu yang kecil, hidupnya terpencil dalam suatu daerah tundra, semua mempunyai system pengetahuannya masing – masing. Diantara berbagai system itu ada satu system tertentu yang dsar – dasarnya diletakan oleh filsafat Yunani Klasik, kemudian dikembangkan dalam kebudayaan bangsa – bangsa Eropa Barat sesudah zaman yang dalam sejarah kebudayaan Eropa Barat, disebut Zaman Renainssance, sejak kira – kira abad ke-16 hingga sekarang, dan berdasarkan suatu kedisiplinan dan suatu kompleks meteddologi sangat khusus. Sisitem inilah yang pada hakikatnya hanya merupakan salah satu system di antara banyak system pengetahuan lain, yang sebaiknya kita sebut “ Ilmu Pengetahuan“.

8.      Sistem religi
Terdapat dua hal pokok ketika kita membahas pokok antropologi tentang religi, yaitu:
a.       Sistem religi
Semua aktifitas yang bersangkutan dengan religi itu berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi. 
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya, sehingga emosi keagamaan ini merupakan unsur penting dalam sistem religi. Unsur-unsur yang terdapat dalam emosi keagamaan ini adalah:
1)      Sistem keyakinan
Dalam hal ini, para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu, dan lain-lain; konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmologi), dan lain sebagainya.
2)      Sistem upacara keagamaan
Secara khusus, sistem upacara keagamaan ini mengandung empat aspek, yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
3)      Suatu umat yang menganut agama atau religi itu
Sub-unsur ini meliputi masalah pengikut  suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para pemimpin agama  baik dalam hal saat adanya upacara maupun dalam kehidupan sehari-hari, serta masalah seperti organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.
b.      Sistem ilmu gaib
Pokok-pokok khusus dalam sistem ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak sama dengan sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya; ilmu gaib juga  mempunyai sekelompok manusia yang yakin dan menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud; serta ilmu gaib juga memiliki aspek-aspek yang sama artinya dengan sistem religi.
Walaupun pada lahirnya religi dan ilmu gaib itu sering kelihatan sama, namun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya, yakni terletak dalam sikap manusia pada waktu ia menjalankan agama. Dalam sistem religi, manusia bersikap menyerahkan diri kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh nenek moyang, pokoknya menyerahkan diri hanya kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu. Dalam hal ini menusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya, pada waktu menjalankan ilmu gaib, manusia bersikap lain. Ia berusaha memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya dan berbuat apa yang ingin dicapainya.  

9.      Kesenian
Perhatian terhadap kesenian mula-mula hanya bersifat deskriptif, terutama memperhatikan bentuk, teknik pembuatan, motif perhatian, dan gaya dari benda-benda kesenian mengenai  seni rupa (seni patung, seni relief , seni lukis dan gambar, seni rias), seni suara atau musik (seni vocal, seni insfraktual, seni sastra), dan seni drama (bersifat tradisional seperti wayang atau bersifat teknologi modern seperti seni film).

Dari sudut pandang cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati, maka ada dua lapangan besar, yaitu: seni rupa, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata, dan seni suara atau kesenian yang dinikmati  oleh manusia dengan telinga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar