ETNOGRAFI
Tugas Ini Disusun Guna Memenuhi
Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Antropologi Hukum Islam
Dosen Pengampu : Mochammad Sodik

Disusun Oleh :
Nugroho Susanto 11380095
Andre Setiawan 113800
Rahmi Arsih 11380077
Uly Fadlilatin M 11380076
Riski Ayu Wijayanti 12380026
JURUSAN MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014
A. Pengertian Etnografi
Etnografi berasal dari
kata ethos yaitu bangsa atau suku
bangsa dan graphein yaitu tulisan
atau uraian. Etnografi yang akarnya berasal dari antropologi pada dasarnya
merupakan kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan
bekerja sama dengan pengamatan fenomena sehari-hari. Sehingga etnografi
merupakan pelukisan dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau
suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.
B. Kesatuan Sosial dalam Etnografi
Mengingat bahwa
kebudayaan di dunia ini cukup banyak dan tidak dimungkinkan untuk diteliti satu per satu maka ahli Antropologi Amerika,
R. Naroll menyusun suatu daftar prinsip-prinsip yang biasa dipergunakan oleh
para ahli antropologi untuk mendeskripsikan etnografi yang menjadi
penelitiannya. Dan prinsip-prinsip tersebut disempurnakan oleh J.A Clifton,
diantaranya meliputi: Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau
lebih, bahasa atau logat bahasa, garis batas suatu daerah politis
administratif, rasa identitas penduduknya sendiri, wilayah geografi, kesatuan
ekologi, pengalaman sejarah yang sama, interaraksi yang intensitasnya sama, dan
susunan sosial yang seragam.
C. Kerangka Etnografi
Untuk memperinci kembali unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan, maka
yang sering dipakai oleh ahli antropologi yakni sistem dari unsur yang paling
konkret ke yang paling abstrak. Walaupun demikian, setiap ahli antropologi
mempunyai fokus perhatian tertentu. Pembahasan karangan etnografi biasanya
meliputi sub-subbab, antara lain:
1.
Lokasi, lingkungan
alam dan demografi
2.
Asal mula dan sejarah
suku bangsa
3.
Bahasa
4.
Sistem teknologi
Metode untuk menganalisis dan mendeskripsikan
suatu kebudayaan yang hidup sampai pada asas-asas pranata serta
adat-istiadatnya belum begitu maju, maka meneliti kebudayaan suatu suku bangsa
tertentu, para ahli mencatat unsur-unsurnya yang menonjol tampak lahir saja,
yaitu kebudayaan fisik.
Dengan
demikian, buku-buku etnografi kuno mempunyai beberapa bab khusus mengenai
bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta pemakaian
senjata, bentuk serta berbagai cara membuat dan menggunakan alat transportasi
dan sebagainya.
Dalam Teknologi
tradisional terdapat delapan macam
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang
hidup dalam masyarakat kecil berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang
hidup dari pertanian, yaitu :
a.
Alat-Alat Produksi
Alat-alat
produksi yang dimaksud disini adalah alat-alat untuk melaksanakan suatu
pekerjaan mulai dari alat yang sederhana seperti batu, tumbuk, sampai yang agak
kompleks seperti alat untuk menenun kain. Kalau alat-alat semacam itu
dikelaskan menurut macam bahan mentahnya, maka ada alat-alat batu, tulang,
kayu, bambu, dan logam. Sedangkan teknik
pembuatan alat dari bahan seperti tulang-belulang dan gading sering kali sudah
mempunyai bentuk yang lebih-kurang sama dengan bentuk yang diinginkan.
Dipandang dari
sudut pemakaian alat produksi dalam kebudayaan tradisional, dapat kita bedakan
antara pemakaian menurut fungsinya, dan pemakaian menurut lapangan
pekerjaannya. Dari sudut fungsinya, alat-alat produksi itu dapat dibagi kedalam
alat potong, alat tusuk dan pembuatan lubang, alat pukul, alat penggiling, alat
peraga, alat pembuata api, tangga dan sebagainya ; sedangkan dari sudut
lapangan pekerjaanya ada alat-alat rumah tangga, alat pengikal dan tenun,
alat-alat pertanian, alat penangkap ikan, jerat, perangkap dan sebagainya.
b.
Alat Membuat Api
Alat membuat
api masuk kedalam kategori alat produksi. Alat membuat api ada yang menggunakan
gesekan batu dan gesekan kayu yang diraut.
c.
Senjata
Serupa dengan
alat produksi, senjata juga dapat dikelaskan menurut bahan mentahnya, kemudian
menurut teknik pembuatannya. Akhirnya bermacam senjata tradisional yang mungkin
ada dalam kebudayaan manusia dapat pula dikelaskan menurut fungsi dan lapangan
pemakaiannya. Menurut fungsinya, ada senjata potong, senjata tusuk, senjata lempar,
dan senjata penolak. Sedangkan menurut lapangan pemakaiannya ada senjata untuk
berburu serta menangkap ikan, dan senjata untuk berkelahi dan berperang.
d.
Wadah
Wadah atau
alat dan tempat untuk menimbun, memuat, dan menyimpan barang. Berbagai macam wadah
juga dapat dikelaskan menurut bahan mentahnya, yaitu kayu, bambu, kulit kayu,
tempurung, seret-seretan, atau tanah liat.
e.
Makanan
Hasil yang
sangat menarik dari sudut teknologi adalah cara mengolah, memasak, dan
menyajikan makanan serta minuman.
Dipandang dari sudut tujuan konsumsinya, makanan dapat digolongkan kedalam
empat golongan, yaitu (a) makanan dalam arti khusus (food), (b) minumam, (c) bumbu-bumbuan, dan (d) bahan yang dipakai
untuk kenikmatan saja seperti tembakau.
f.
Pakaian
Dipandang dari
bahan mentahnya, pakaian dapat digolongkan kedalam pakaian dari bahan tenun,
kulit pohon, kulit binatang dan lain-lain. Mengenai teknik pembuatannya, yang
paling mendapat perhatian para peneliti adalah cara memintal dan menenun,
kemudian cara menghias dengan teknik ikat, celup (batik) dan sebagainya. Dari
fungsinya, pakaian dapat digolongkan kedalam empat golongan, yaitu : (a)
menahan pengaruh dari keadaan alam, (b) lambang keunggulan (status sosial), (c)
lambang barang suci, dan (d) perhiasan badan.
g.
Tempat Berlindung dan Perumahan
Dipandang dari
sudut pemakaiannya, tempat berlindung dapat dikategorikan menjadi tiga , yaitu
(a) tadah angin, (b) tenda atau gubuk yang bisa di bawa pindah dan didirikan
kembali, dan (c) rumah untuk menetap.
h.
Alat Transportasi
Berdasarkan
fungsinya, alat transportasi yang terpenting adalah (a) sepatu, digunakan untuk
melindungi telapak kaki, (b) binatang, digunakan untuk menarik atau membawa
barang, (c) alat seret, berfungsi sebagai penopang barang yang ditarik oleh
binatang, (d) kereta berroda, (e) rakit, alat trnasportasi sungai kecil, dan
(f) perahu.
5. Sistem mata pencarian
a. Sistem Mata Pencarian Tradisional
Perhatian para ahli antropologi terhadap
berbagai macam sistem mata pencarian
atau sistem ekonomi hanya terbatas pada sistem-sistem yang bersifat tradisional
saja, terutama perhatian terhadap, b)
beternak, c) bercocok tanam di ladang,d)
menangkap ikan dan e) bercocok tanam menetap dengan irigasi.
b. Memburu dan meramu
Di Indonesia sendiri masih terdapat bangsa yang hidup dari meramu,
yaitu penduduk daerah rawa-rawa di pantai-pantai Irian jaya yang hidup dari
meramu sagu. Dalam hal itu biasanya para ahli antropologi menaruh perhatian
terhadap permasalahan seperti hak ulayat dan milik ataswilayah berburu,sumber-sumber
airnya,hak milik atas alat-alat berburu,
senjata-senjata,perangkap-perangkap,dan alat transportasi.masalah tersebut sama
dengan masalah sumber alam dan modal dalam ilmu ekonomi.
Ilmu antropologi sejak dulu juga menaruh
perhatian terhadap tehnik-tehnik dancara berburu,termasuk cara-cara berdasarkan
ilmu ghaib untuk meninggikan hasil pemburuan. semua masalah tersebut sama
dengan masalah produksi dan teknologi produksi dalam ilmu ekonomi.
Selain itu ilmu antropologi juga menaruh
perhatian terhadap adat istiadat yang berhubungan dengan pembagian pemburuan
kepada kaum kerabat, para tetangga, dan orang-orang lain dalam
masyarakatnya.semua permasalahan tersebut dapat dikata sama dengan yang dalam
ilmu ekonomi termasuk masalah konsumsi,distribusi ,dan pemasaran.
c. Beternak
Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak
menunjukan sifat-sifat yang agresif. Hal itu dapat kita mengerti karenamereka
secara terus-menerus harusmenjaga keamanan berates-ratus binatang ternak mereka
terhadap serangan atau pencurian dari kelompok-kelompok tetangga. Selain itu,
mereka perlu makanan lain disamping daging,susu,keju,tetapi karena makanan lain
itu gandum dan sayur mayor ,harus mereka peroleh dari suku-suku bangsa lain yang hidup dari
bercocok tanam ,maka tidak ada persoalan kalau merka dapat tukar-menukar atau
berdagang.
Dalam hal mempelajari masyarakat peternak ,ilmu antropologi juga
menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang sama seperti dalam
bentuk-bentuk mata pencarian lain,yaitu: masalah tanah peternakan dan
modal,masalah tenaga kerja,masalah produksi dan teknologi produksi(bukan hanya
meliputi cara-cara pemeliharaan ternak, melainkan juga
cara-cara pemeliharaan ternak ,melainkan juga cara-cara membuat keju, mentega, dan
hasil-hasil susu lainya dan masalah konsumsi
,distribusi,dan pemasaran hasil peternakan.
d. Bercocok tanam di ladang
Bercocok tanam diladang merupakan salah satu
bentuk mata pencarian manusia yang lambat laun juga akan hilang diganti dengan
bercocok tanam menetap.
Para ahli antropologi biasanya menaruh
perhatian terhadap persoalan tanah dan modal dari bercocok tanam diladang yang
meliputi hak ulayat dan hak atas atanah hutan, sumber-sumber air dan sebagainya.
Selain itu mereka juga menaruh perhatian
terhadap masalah susunan kelompok-kelompok manusia dan hubungan antara mereka
dalam hal berladang,masalah kepemimpinan dalam aktivitas verladang, masalah
bantuan tenaga dan gotong royong pada musim-musim sibuk dan sebagainya.
Antropologi juga memperhatikan teknologi dan
cara-cara produksi dalam bercocok tanam diladang. Masalah pembagian
,distribusi, dan penjualan hasil-hasil lading juga menjadi perhatian ilmu
antropologi.
e. Menangkap ikan
Disamping berburu dan meramu , menagkap ikan
juga merupakan mata pencarian yang sangat tua. Ketika manusia mengenal bercocok
tanam ,aktivitas menangkap ikan sering dilakukan sebagai mata pencarian
tambahan.
Para nelayan yang menangkap ikan dilaut
biasanya berlayar dekat pantai, terutama di daerah-daerah teluk . menurut para
ahli, lebih dari 50% ikan di seluruhdunia hidup dalam kawanan yang meliputi
jumlah beribu-ribu ekor, dengan jarak
antara 10 hingga 30 Km dari pantai.
Dalam mempelajari suatu masyarakat yang
berdasarkan mata pencarian sebagai nelayan , para ahli antropologi juga menaruh perhatian terhadap yang serupa,
yaitu sumber alam dan modal tenaga kerja ,teknologi produksi ,dan konsumsi
distribusi dan pemasaran.
a)
Masalah sumber alam dan modal dalam
usaha mencari ikan,
b)
Masalah tenaga kerja,
c)
Masalah teknologi produksi,
d)
Masalah distribusi dan pemasaran.
f.
Bercocok tanam
menetap dengan irigasi
Bercocok tanam menetap pertama-tama timbul di
beberapa daerah yang terletak di daerah perairan sungai-sungai besar(karena daerah
itu sangat subur tanahnya).banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di
lading dan sekarang mulai berubah menjadipetani menetap.perubahan terjadi di
daerah-daerahberpenduduk padat yang melebihi kira-kira 50 jiwa tiap kilometer
persegi.
Ilmu antropologi jugamenaruh perhatian
terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan bercocok tanam menetap,yaitu tanahdan modal,tenaga
kerja,teknologi (masalah organisasi irigasi ,pembagian air,dan sebagainya)
,konsumsi,distribusi,dan pemasaran.
6. Organisasi sosial
a. Unsur-unsur
khusus dalam organisasi sosial
Setiap
kehidupan masyarakat diorganisasikan atau diatur oleh adat-istiadat dan
aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan, kesatuan
social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kekerabatanya,kemudian ada
kesatuan kesatuan di luar kaum kerabat,tetapi masih dalam lingkungan komunitas.
Karena tiap masyarakat manusia dan juga masyarakat desa,terbagi kedalam
lapisan-lapisan .
b. Sistem kekerabatan
Dalam
masyarakat dimana pengaruh industralisasi sudah masuk mendalam,tampak bahwa
fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sector
kehidupan seseorang,biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan itu adat istiadat
yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor.
7. Sistem pengetahuan
Dalam suatu
etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai sistem pengetahuan
dalam kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Bahan itu biasanya meliputi
pengetahuan mengenai tekhnologi, sering kali juga ada keterangan mengenai
pengetahuan yang mencolok dan dianggap aneh oleh pengarangnya. Malahan mengenai
pengetahuan yang mencolok beberapa telah ditulisa dalam berbagai karangan
khusus. Walaupun demikian, bahan itu sering kali kurang menjadi objek analisis
para ahli antropologi, dalam kalangan antropologi bahan itu hanya merupakan
bahan istimewa saja.
Perhatian yang
sangat kurang itu mungkin disebabkan karena antara para ahli di Eropa dulu ada
suatu pendirian bahwa dalam kebudayaan suku – suku bangsa di luar Eropa tidak
ada system pengetahuan, dan kalaupun ada, maka hal itu tidak penting atau
merupakan pengecualian atau suatu keadaan istimewa. Bahkan ada pernah suatu
masa ketika para ahli Eropa mencoba membuktikan dengan memakai metode – metode
ilmiah bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat diluar lingkungan bangsa Eropa
itu ( masyarakat ( primitive ) tidak mungkin dapat memiliki system pengetahuan
dan ilmu pengetahuan.
Sekarang para
ahli antropologi sudah sadr bahwa pendirian seperti itu tidak sesuai dengan
kenyataan. Mereka sekarang sudah yakin bahwa suatu masyarakat, betapa kecil
pun, tidak mungkin dapat hidup tanpa pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan
sifat – sifat dari peralatan yang dipakainya. Berbeda dengan binatang dalam
hidupnya manusia tidak banyak dpimpin oleh nalurinya.
Dalam buku -
buku Antropologi dan etnografi bahan serupa itu sering kali tidak menjadi poko
tersendiri, yang diuraikan dalam suatu bab tersendiri, tetapi diolah terpecah –
pecah menjadi satu dengan berbagai pokok lain dalam bab tentang tekhnologi,
tentang ilmu dukun dan lain – lain. Tentu saja, system pengetahuan suku bangsa
jauh lebih luas daripada pengetahuan tentang beberapa tekhnik pembuatan dan
penggunaan alat – alat hidupnya saja, dan system pembuatan dan penggunaan alat
– alat hidupnya saja, dan system pengetahuan itu harus dibedakan dengan tajam
dari ilmu dukun.
Kalau ada buku
– buku antropologi atau etnografi yang membicarakan pokok mengenai system
pengetahuan dalam suatu bab yang khusus, maka bab itu biasanya diberi judul “Knowledge” (pengetahuan), tetapi kadang
– kadang juga “ Science” (ilmu
pengetahuan ). Saya mengusulkan untuk memnggunakan istilah “ Sistem Pengetahuan
“, dan membedakan istilah itu secara tajam dari “ Ilmu Pengetahuan “. Tiap –
tiap kebudayaan bangsa – bangsa besar yanghidup dalam Negara – Negara kompleks
dan modern, tetapi juga kebudayaan suatu kelompok suku bangsa berburu yang
kecil, hidupnya terpencil dalam suatu daerah tundra, semua mempunyai system
pengetahuannya masing – masing. Diantara berbagai system itu ada satu system
tertentu yang dsar – dasarnya diletakan oleh filsafat Yunani Klasik, kemudian
dikembangkan dalam kebudayaan bangsa – bangsa Eropa Barat sesudah zaman yang
dalam sejarah kebudayaan Eropa Barat, disebut Zaman Renainssance, sejak kira – kira abad ke-16 hingga sekarang, dan
berdasarkan suatu kedisiplinan dan suatu kompleks meteddologi sangat khusus.
Sisitem inilah yang pada hakikatnya hanya merupakan salah satu system di antara
banyak system pengetahuan lain, yang sebaiknya kita sebut “ Ilmu Pengetahuan“.
8. Sistem religi
Terdapat dua hal pokok ketika kita membahas
pokok antropologi tentang religi, yaitu:
a.
Sistem religi
Semua aktifitas yang bersangkutan dengan
religi itu berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan
emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah
dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran itu hanya berlangsung selama
beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah
yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan
selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu
di antara pengikut-pengikutnya, sehingga emosi keagamaan ini merupakan unsur
penting dalam sistem religi. Unsur-unsur yang terdapat dalam emosi keagamaan
ini adalah:
1)
Sistem keyakinan
Dalam hal ini,
para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang
dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi
tentang makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain
yang baik maupun yang jahat, hantu, dan lain-lain; konsepsi tentang dewa
tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmologi),
dan lain sebagainya.
2)
Sistem upacara keagamaan
Secara khusus,
sistem upacara keagamaan ini mengandung empat aspek, yaitu: (1) tempat upacara
keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3)
benda-benda dan alat upacara; (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin
upacara.
3)
Suatu umat yang menganut agama atau
religi itu
Sub-unsur ini
meliputi masalah pengikut suatu agama,
hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para pemimpin agama baik dalam hal saat adanya upacara maupun
dalam kehidupan sehari-hari, serta masalah seperti organisasi dari para umat,
kewajiban, serta hak-hak para warganya.
b.
Sistem ilmu gaib
Pokok-pokok
khusus dalam sistem ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak
sama dengan sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga
konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya; ilmu gaib juga mempunyai sekelompok manusia yang yakin dan
menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud; serta ilmu gaib juga
memiliki aspek-aspek yang sama artinya dengan sistem religi.
Walaupun pada
lahirnya religi dan ilmu gaib itu sering kelihatan sama, namun terdapat
perbedaan mendasar di antara keduanya, yakni terletak dalam sikap manusia pada
waktu ia menjalankan agama. Dalam sistem religi, manusia bersikap menyerahkan
diri kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh nenek moyang, pokoknya
menyerahkan diri hanya kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu. Dalam hal
ini menusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya, pada
waktu menjalankan ilmu gaib, manusia bersikap lain. Ia berusaha memperlakukan
kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya dan berbuat apa
yang ingin dicapainya.
9. Kesenian
Perhatian
terhadap kesenian mula-mula hanya bersifat deskriptif, terutama memperhatikan
bentuk, teknik pembuatan, motif perhatian, dan gaya dari benda-benda kesenian
mengenai seni rupa (seni patung, seni
relief , seni lukis dan gambar, seni rias), seni suara atau musik (seni vocal,
seni insfraktual, seni sastra), dan seni drama (bersifat tradisional seperti
wayang atau bersifat teknologi modern seperti seni film).
Dari sudut pandang
cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati,
maka ada dua lapangan besar, yaitu: seni rupa, atau kesenian yang dinikmati
oleh manusia dengan mata, dan seni suara atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar